Cintaindonesia.web.id - Ulap
doyo merupakan jenis tenun ikat yang berbahan serat daun doyo
(Curliglia latifolia). Daun doyo ini berasal dari tanaman sejenis pandan
yang berserat kuat dan juga tumbuh secara liar di pedalaman Pulau
Kalimantan, salah satunya di wilayah Tanjung Isuy, Jempang, Kabupaten
Kutai Barat.
Supaya dapat digunakan sebagai bahan baku tenun, daun doyo ini harus dikeringkan dan juga disayat mengikuti arah serat daun sampai menjadi serat yang halus. Serat-serat inilah yang kemudian dijalin dan dilinting sampai membentuk benang kasar.
Benang daun doyo ini kemudian diberi warna dengan menggunakan pewarna alami dari tumbuhan-tumbuhan. Warna yang biasa ditemukan diantara adalah warna merah dan cokelat. Warna merah ini berasal dari buah glinggam, kayu oter, dan juga buah londo. Adapun warna cokelat diperoleh dari kayu uwar.
Tenun ulap doyo ini diduga sudah ada sejak berabad-abad silam, bahkan diduga usianya tenun ini hampir sama dengan usia keberadaan Kerajaan Hindu Kutai. Hal tersebut dikuatkan dengan temuan antropologi yang menyebutkan bahwa ada korelasi diantara motif pada tenun ulap doyo dengan strata sosial dari para kelompok masyarakat pemakainya.
Secara umum, motif dalam kain ulap doyo ini terinspirasi flora dan fauna yang terdapat di tepian Sungai Mahakam atau tema peperangan antara manusia dengan binatang mitos yang bernama naga. Motif yang terdapat pada kain pun menjadi identitas dari si pemakai. Motif waniq ngelukng, misalnya, yang dipakai oleh masyarakat biasa, sedangkan pada motif jaunt nguku dipakai oleh kalangan bangsawan atau raja. Pembedaan strata sosial inilah mengindikasikan adanya sistem kasta yang berlaku didalam masyarakat, seperti yang ada pada Hindu.
Proses pembuatan tenun ulap doyo ini diwariskan secara turun-temurun melalui suatu proses yang sangat unik. Kaum wanita Dayak Benuaq mulai menguasai proses dari pembuatan tenun ini sejak usia belasan tahun secara spontan, yang dilakukan tanpa melalui proses latihan. Mereka menguasai teknik ini hanya dengan melihat proses kerja para wanita yang lebih tua dari mereka, seperti ibu dan sesepuh mereka secara berulang-ulang. Karena melalui proses spontan, hampir dipastikan sulit menemukan orang yang menguasai teknik tenun ulap doyo di luar Suku Dayak Benuaq.
Supaya dapat digunakan sebagai bahan baku tenun, daun doyo ini harus dikeringkan dan juga disayat mengikuti arah serat daun sampai menjadi serat yang halus. Serat-serat inilah yang kemudian dijalin dan dilinting sampai membentuk benang kasar.
Benang daun doyo ini kemudian diberi warna dengan menggunakan pewarna alami dari tumbuhan-tumbuhan. Warna yang biasa ditemukan diantara adalah warna merah dan cokelat. Warna merah ini berasal dari buah glinggam, kayu oter, dan juga buah londo. Adapun warna cokelat diperoleh dari kayu uwar.
Tenun Ulap Doyo
Tenun ulap doyo ini diduga sudah ada sejak berabad-abad silam, bahkan diduga usianya tenun ini hampir sama dengan usia keberadaan Kerajaan Hindu Kutai. Hal tersebut dikuatkan dengan temuan antropologi yang menyebutkan bahwa ada korelasi diantara motif pada tenun ulap doyo dengan strata sosial dari para kelompok masyarakat pemakainya.
Secara umum, motif dalam kain ulap doyo ini terinspirasi flora dan fauna yang terdapat di tepian Sungai Mahakam atau tema peperangan antara manusia dengan binatang mitos yang bernama naga. Motif yang terdapat pada kain pun menjadi identitas dari si pemakai. Motif waniq ngelukng, misalnya, yang dipakai oleh masyarakat biasa, sedangkan pada motif jaunt nguku dipakai oleh kalangan bangsawan atau raja. Pembedaan strata sosial inilah mengindikasikan adanya sistem kasta yang berlaku didalam masyarakat, seperti yang ada pada Hindu.
Proses pembuatan tenun ulap doyo ini diwariskan secara turun-temurun melalui suatu proses yang sangat unik. Kaum wanita Dayak Benuaq mulai menguasai proses dari pembuatan tenun ini sejak usia belasan tahun secara spontan, yang dilakukan tanpa melalui proses latihan. Mereka menguasai teknik ini hanya dengan melihat proses kerja para wanita yang lebih tua dari mereka, seperti ibu dan sesepuh mereka secara berulang-ulang. Karena melalui proses spontan, hampir dipastikan sulit menemukan orang yang menguasai teknik tenun ulap doyo di luar Suku Dayak Benuaq.
Patut Kamu Baca:
- Gendang Beleq Kesenian Tradisional Dari Lombok, NTB
- Rindik Alat Musik Tradisional Dari Bali
- Gamelan Bali Kesenian Musik Tradisional Dari Bali
- Tari Sanghyang Tarian Tradisional Dari Bali
- Gordang, Alat Musik Tradisional Dari Sumatera Utara
- Tari Durga Mahisasura Mardini, Tarian Tradisional Dari Bali
- Mega Mendung, Batik Dari Cirebon Jawa Barat
- Sendratari Calon Arang, Kesenian Tradisional Dari Bali
- Tari Bopureh, Tarian Tradisional Dari Kalimantan Barat
- Duhung, Senjata Tradisional Dari Kalimantan Barat
- Tari Ngantat Dendan, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Dol, Alat Musik Tradisional Dari Bengkulu
- Tari Gending Sriwijaya, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Tari Seluang Mudik, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Tari Kubu, Tarian Tradisional Suku Kubu
- Tari Ambarang, Tarian Tradisional Dari Tulungagung Jawa Timur
- Cara Membuat Wayang Kulit
- Tari Campak, Tarian Tradisional Dari Bangka Belitung
- Tenun Ulap Doyo Dari Kalimantan Timur