Cintaindonesia.web.id - Tari
Ganjur adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari Kutai
Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur. Tarian ini merupakan salah satu
tarian penting didalam rangkaian Festival Erau, dimana tarian ini
dibawakan setiap malam sebagai bagian dari rangkaian ritual bepelas.
Selain di Festival Erau, tarian ini juga dapat ditemukan didalam
seremoni penyambutan para tamu agung, upacara penobatan Sultan Kutai,
dan juga acara sakral lainnya.
Tari Ganjur ini biasanya dibawakan oleh para penari pria dan wanita yang berasal dari kalangan dalam Keraton Kutai. Tarian ini dicirikan dengan sejenis gada kayu yang berlapis kain atau yang sering disebut dengan ganjur. Ganjur ini dimainkan oleh 2 (dua) penari pria secara berpasangan dengan gerakan seolah-olah akan saling menyerang. Selain ganjur, biasanya digunakan pula kipas sebagai perlengkapan bagi penari wanita.
Tari Ganjur umumnya dibawakan dengan tata busana yang khas, kecuali di upacara bepelas dalam Festival Erau. Para penari pria biasanya mengenakan busana atasan yang sering disebut miskat dan celana bawahan yang sering disebut dodot. Selain itu, para penari pria juga mengenakan ikat kepala khusus terbuat dari jalinan kain yang berwarna merah, kuning, dan hitam. Sementara, penari wanita mengenakan baju taqwo sebagai atasan dan menggunakan tapik untuk busana dibawahannya.
Tari ganjur yang dibawakan didalam upacara bepelas mempunyai pakem tersendiri. Tarian ini didahului dengan pembacaan mantra (memang) oleh para dewa (wanita pengabdi ritual), yang bertujuan menghadirkan Sangiyang Sri Gamboh dan juga Pangeran Sri Ganjur, yaitu roh yang menjaga Sangkoh Piatu (Tiang Ayu). Setelah itu kemudian diletakkan 4 (empat) buah ikat kepala dan 4 (empat) buah ganjur dalam 2 (dua) baki besar. 4 (empat) pria kemudian muncul dan mengenakan ikat kepala tadi setelah sebelumnya menghaturkan sembah hormat terhadap Sangkoh Piatu dan Sultan.
Keempat para penari tersebut kemudian menempati 4 (empat) sudut mengelilingi Sangkoh Piatu. Seiring dengan munculnya irama ganjur pada gamelan dan gendang, tarian ini pun mulai dibawakan berpasangan disisi kanan dan kiri dari Sangkoh Piatu, para penari bergerak dalam arah yang berlawanan hingga tarian berjalan satu putaran. Selanjutnya, dihadirkan 2 (dua) orang tamu undangan untuk menggantikan 2 (dua) orang penari sebagai bentuk penghormatan. Setelah sesi itu, tari ganjur ini dibawakan kembali oleh seorang pria dengan diiringi 7 (tujuh) orang dewa yang menari menggunakan kipas. Prosesi itu diikuti dengan dilakukannya prosesi bepelas oleh Sultan atau Putra Mahkota.
Tari Ganjur ini biasanya dibawakan oleh para penari pria dan wanita yang berasal dari kalangan dalam Keraton Kutai. Tarian ini dicirikan dengan sejenis gada kayu yang berlapis kain atau yang sering disebut dengan ganjur. Ganjur ini dimainkan oleh 2 (dua) penari pria secara berpasangan dengan gerakan seolah-olah akan saling menyerang. Selain ganjur, biasanya digunakan pula kipas sebagai perlengkapan bagi penari wanita.
Tari Ganjur umumnya dibawakan dengan tata busana yang khas, kecuali di upacara bepelas dalam Festival Erau. Para penari pria biasanya mengenakan busana atasan yang sering disebut miskat dan celana bawahan yang sering disebut dodot. Selain itu, para penari pria juga mengenakan ikat kepala khusus terbuat dari jalinan kain yang berwarna merah, kuning, dan hitam. Sementara, penari wanita mengenakan baju taqwo sebagai atasan dan menggunakan tapik untuk busana dibawahannya.
Tari ganjur yang dibawakan didalam upacara bepelas mempunyai pakem tersendiri. Tarian ini didahului dengan pembacaan mantra (memang) oleh para dewa (wanita pengabdi ritual), yang bertujuan menghadirkan Sangiyang Sri Gamboh dan juga Pangeran Sri Ganjur, yaitu roh yang menjaga Sangkoh Piatu (Tiang Ayu). Setelah itu kemudian diletakkan 4 (empat) buah ikat kepala dan 4 (empat) buah ganjur dalam 2 (dua) baki besar. 4 (empat) pria kemudian muncul dan mengenakan ikat kepala tadi setelah sebelumnya menghaturkan sembah hormat terhadap Sangkoh Piatu dan Sultan.
Keempat para penari tersebut kemudian menempati 4 (empat) sudut mengelilingi Sangkoh Piatu. Seiring dengan munculnya irama ganjur pada gamelan dan gendang, tarian ini pun mulai dibawakan berpasangan disisi kanan dan kiri dari Sangkoh Piatu, para penari bergerak dalam arah yang berlawanan hingga tarian berjalan satu putaran. Selanjutnya, dihadirkan 2 (dua) orang tamu undangan untuk menggantikan 2 (dua) orang penari sebagai bentuk penghormatan. Setelah sesi itu, tari ganjur ini dibawakan kembali oleh seorang pria dengan diiringi 7 (tujuh) orang dewa yang menari menggunakan kipas. Prosesi itu diikuti dengan dilakukannya prosesi bepelas oleh Sultan atau Putra Mahkota.
Patut Kamu Baca:
- Gendang Beleq Kesenian Tradisional Dari Lombok, NTB
- Rindik Alat Musik Tradisional Dari Bali
- Gamelan Bali Kesenian Musik Tradisional Dari Bali
- Tari Sanghyang Tarian Tradisional Dari Bali
- Gordang, Alat Musik Tradisional Dari Sumatera Utara
- Tari Durga Mahisasura Mardini, Tarian Tradisional Dari Bali
- Mega Mendung, Batik Dari Cirebon Jawa Barat
- Sendratari Calon Arang, Kesenian Tradisional Dari Bali
- Tari Bopureh, Tarian Tradisional Dari Kalimantan Barat
- Duhung, Senjata Tradisional Dari Kalimantan Barat
- Tari Ngantat Dendan, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Dol, Alat Musik Tradisional Dari Bengkulu
- Tari Gending Sriwijaya, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Tari Seluang Mudik, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Tari Kubu, Tarian Tradisional Suku Kubu
- Tari Ambarang, Tarian Tradisional Dari Tulungagung Jawa Timur
- Cara Membuat Wayang Kulit
- Tari Campak, Tarian Tradisional Dari Bangka Belitung
- Tenun Ulap Doyo Dari Kalimantan Timur
- Tari Mojang Jaipong, Tarian Tradisional Dari Jawa Barat
- Tari Pilin Salapan, Tarian Tradisional Dari Sumatera Barat
- Tari Persembahan Kutai, Tarian Tradisional Dari Kutai Kartanegara Kalimantan Timur
- Tari Topeng Kemindu, Tarian Tradisional Dari Kutai Kartanegara Kalimantan Timur
- Tari Ganjur, Tarian Tradisional Dari Kutai Kartanegara Kalimantan Timur