Cintaindonesia.web.id - Berbicara
mengenai Kutai Kartanegara rasanya tidak lengkap tanpa menyinggung
pesta rakyat tahunan yang berlangsung didalamnya, yaitu Erau. Erau
merupakan salah satu festival budaya tertua di Indonesia. Tradisi
tahunan ini telah berlangsung selama berabad-abad, seiring dengan
perjalanan sejarah Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Dapat
dikatakan, bahwa Erau ini telah berlangsung sejak masa awal Kesultanan
Kutai berdiri.
Istilah erau sendiri berasal dari kata eroh, yang didalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong artinya adalah keramaian pesta ria atau secara umum bisa dimaknai sebagai pesta rakyat. Dahulu, Erau ini merupakan hajatan besar bagi Kesultanan Kutai dan juga masyarakat diseluruh wilayah kekuasaannya yang saat ini mencakup sebagian besar dari wilayah Kalimantan Timur. Pada awalnya, perhelatan Erau ini berlangsung selama 40 hari 40 malam serta diikuti oleh segenap lapisan masyarakat.
Dalam perhelatan tersebut, rakyat dari berbagai penjuru berpesta ria dengan mempersembahkan hasil buminya untuk dibawa ke Ibukota Kesultanan. Hal tersebut berkaitan dengan salah satu fungsi dari Erau sebagai wujud dari rasa syukur atas limpahan hasil bumi yang didapatkan rakyat Kutai. Keluarga besar Kesultanan pun menjamu rakyatnya dengan aneka sajian sebagai bentuk rasa terima kasih terhadap pengabdian mereka kepada Kesultanan.
Menurut riwayat yang diyakini oleh masyarakat Kutai secara turun temurun, Erau ini bermula sejak abad ke-12 Masehi. Catatan sejarah tersebut menyebutkan bahwa Erau pertama kali berlangsung pada saat Aji Batara Agung Dewa Sakti masih berusia belia. Ia dikemudian hari diangkat menjadi sultan pertama Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Seiring dengan perjalanan waktu, Kesultanan Kutai kemudian bergabung didalam wilayah Republik Indonesia. Sampai pada tahun 1960, Kutai berstatus Daerah Istimewa dengan Sultan sebagai kepala daerahnya. Setelahnya, status Kutai beralih menjadi kabupaten dan juga kepala pemerintahannya dipegang oleh bupati. Peralihan tersebut menjadi penanda berakhirnya era Kesultanan Kutai yang sudah berdiri selama lebih dari 7 (tujuh) abad. Walaupun demikian, Erau ini sebagai salah satu peninggalan budaya dari Kesultanan Kutai yang masih tetap bertahan.
Erau yang dilangsungkan menurut tata cara dari Kesultanan Kutai terakhir kali diadakan ditahun 1965. Kemudian, atas inisiatif dari pemerintah daerah dan izin dari pihak Kesultanan, tradisi ini kemudian mulai dihidupkan kembali ditahun 1971. Hanya saja dalam penyelenggaraannya tidak satu tahun sekali, tetapi menjadi dua tahunan dan juga dengan beberapa persyaratan. Sejak saat itulah pelaksanaan Erau ini menjadi ajang pelestarian budaya warisan Kesultanan Kutai dan juga berbagai etnis yang hidup didalamnya.
Erau ini dilangsungkan bertepatan dengan hari jadi Kota Tenggarong, yakni pada setiap tanggal 29 September. Tetapi, sejak pada tahun 2010, pelaksanaan festival ini kemudian dimajukan menjadi bulan Juli, karena untuk menyesuaikan dengan musim liburan, sehingga akan lebih banyak wisatawan yang datang. Festival ini dimeriahkan oleh beraneka ragam kesenian, upacara adat dari Suku-suku Dayak, dan juga lomba olahraga ketangkasan tradisional.
Pada tahun 2013 menjadi penanda era baru dari pelestarian budaya warisan Kutai Kartanegara ini. Untuk pertama kalinya, Festival Erau ini disandingkan dengan perhelatan budaya tradisional dari berbagai negara di dunia. Dalam perhelatan yang bernama Erau International Folklore and Art Festival (EIFAF), berbagai macam kesenian dan tradisi dilingkup Kesultanan Kutai bersanding dengan warisan budaya diseluruh dunia. Ajang ini sekaligus memperkenalkan tentang peninggalan kearifan lokal dari masyarakat Kutai kepada dunia. Para delegasi dari berbagai negara ini diundang untuk ikut terlibat didalam berbagai ritual adat yang berlangsung selama pelaksanaan Festival Erau.=
Istilah erau sendiri berasal dari kata eroh, yang didalam bahasa Melayu Kutai Tenggarong artinya adalah keramaian pesta ria atau secara umum bisa dimaknai sebagai pesta rakyat. Dahulu, Erau ini merupakan hajatan besar bagi Kesultanan Kutai dan juga masyarakat diseluruh wilayah kekuasaannya yang saat ini mencakup sebagian besar dari wilayah Kalimantan Timur. Pada awalnya, perhelatan Erau ini berlangsung selama 40 hari 40 malam serta diikuti oleh segenap lapisan masyarakat.
Dalam perhelatan tersebut, rakyat dari berbagai penjuru berpesta ria dengan mempersembahkan hasil buminya untuk dibawa ke Ibukota Kesultanan. Hal tersebut berkaitan dengan salah satu fungsi dari Erau sebagai wujud dari rasa syukur atas limpahan hasil bumi yang didapatkan rakyat Kutai. Keluarga besar Kesultanan pun menjamu rakyatnya dengan aneka sajian sebagai bentuk rasa terima kasih terhadap pengabdian mereka kepada Kesultanan.
Menurut riwayat yang diyakini oleh masyarakat Kutai secara turun temurun, Erau ini bermula sejak abad ke-12 Masehi. Catatan sejarah tersebut menyebutkan bahwa Erau pertama kali berlangsung pada saat Aji Batara Agung Dewa Sakti masih berusia belia. Ia dikemudian hari diangkat menjadi sultan pertama Kutai Kartanegara Ing Martadipura.
Seiring dengan perjalanan waktu, Kesultanan Kutai kemudian bergabung didalam wilayah Republik Indonesia. Sampai pada tahun 1960, Kutai berstatus Daerah Istimewa dengan Sultan sebagai kepala daerahnya. Setelahnya, status Kutai beralih menjadi kabupaten dan juga kepala pemerintahannya dipegang oleh bupati. Peralihan tersebut menjadi penanda berakhirnya era Kesultanan Kutai yang sudah berdiri selama lebih dari 7 (tujuh) abad. Walaupun demikian, Erau ini sebagai salah satu peninggalan budaya dari Kesultanan Kutai yang masih tetap bertahan.
Festival Erau
Erau yang dilangsungkan menurut tata cara dari Kesultanan Kutai terakhir kali diadakan ditahun 1965. Kemudian, atas inisiatif dari pemerintah daerah dan izin dari pihak Kesultanan, tradisi ini kemudian mulai dihidupkan kembali ditahun 1971. Hanya saja dalam penyelenggaraannya tidak satu tahun sekali, tetapi menjadi dua tahunan dan juga dengan beberapa persyaratan. Sejak saat itulah pelaksanaan Erau ini menjadi ajang pelestarian budaya warisan Kesultanan Kutai dan juga berbagai etnis yang hidup didalamnya.
Erau ini dilangsungkan bertepatan dengan hari jadi Kota Tenggarong, yakni pada setiap tanggal 29 September. Tetapi, sejak pada tahun 2010, pelaksanaan festival ini kemudian dimajukan menjadi bulan Juli, karena untuk menyesuaikan dengan musim liburan, sehingga akan lebih banyak wisatawan yang datang. Festival ini dimeriahkan oleh beraneka ragam kesenian, upacara adat dari Suku-suku Dayak, dan juga lomba olahraga ketangkasan tradisional.
Pada tahun 2013 menjadi penanda era baru dari pelestarian budaya warisan Kutai Kartanegara ini. Untuk pertama kalinya, Festival Erau ini disandingkan dengan perhelatan budaya tradisional dari berbagai negara di dunia. Dalam perhelatan yang bernama Erau International Folklore and Art Festival (EIFAF), berbagai macam kesenian dan tradisi dilingkup Kesultanan Kutai bersanding dengan warisan budaya diseluruh dunia. Ajang ini sekaligus memperkenalkan tentang peninggalan kearifan lokal dari masyarakat Kutai kepada dunia. Para delegasi dari berbagai negara ini diundang untuk ikut terlibat didalam berbagai ritual adat yang berlangsung selama pelaksanaan Festival Erau.=
Patut Kamu Baca:
- Gendang Beleq Kesenian Tradisional Dari Lombok, NTB
- Rindik Alat Musik Tradisional Dari Bali
- Gamelan Bali Kesenian Musik Tradisional Dari Bali
- Tari Sanghyang Tarian Tradisional Dari Bali
- Gordang, Alat Musik Tradisional Dari Sumatera Utara
- Tari Durga Mahisasura Mardini, Tarian Tradisional Dari Bali
- Mega Mendung, Batik Dari Cirebon Jawa Barat
- Sendratari Calon Arang, Kesenian Tradisional Dari Bali
- Tari Bopureh, Tarian Tradisional Dari Kalimantan Barat
- Duhung, Senjata Tradisional Dari Kalimantan Barat
- Tari Ngantat Dendan, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Dol, Alat Musik Tradisional Dari Bengkulu
- Tari Gending Sriwijaya, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Tari Seluang Mudik, Tarian Tradisional Dari Sumatera Selatan
- Tari Kubu, Tarian Tradisional Suku Kubu
- Tari Ambarang, Tarian Tradisional Dari Tulungagung Jawa Timur
- Cara Membuat Wayang Kulit
- Tari Campak, Tarian Tradisional Dari Bangka Belitung
- Tenun Ulap Doyo Dari Kalimantan Timur
- Tari Mojang Jaipong, Tarian Tradisional Dari Jawa Barat
- Tari Pilin Salapan, Tarian Tradisional Dari Sumatera Barat
- Tari Persembahan Kutai, Tarian Tradisional Dari Kutai Kartanegara Kalimantan Timur
- Tari Topeng Kemindu, Tarian Tradisional Dari Kutai Kartanegara Kalimantan Timur
- Tari Ganjur, Tarian Tradisional Dari Kutai Kartanegara Kalimantan Timur
- Mengenal Festival Erau Di Kalimantan Timur Artikel Lengkap