1. Pengertian Tari Gandrung
Kata "Gandrung" diartikan sebagai
terpesonanya masyarakat Blambangan ( Banyuwangi ) yang agraris kepada
Dewi Sri sebagai Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat.
2. Sejarah Awal mula tari gandrung berasal dan pencipta tari
Kesenian gandrung Banyuwangi muncul bersamaan dengan
dibukanya hutan “Tirtagondo” (Tirta arum) untuk membangun ibu kota
Balambangan pengganti Pangpang (Ulu Pangpang) atas prakarsa Mas Alit
yang dilantik sebagai bupati pada tanggal 2 Februari 1774 di Ulupangpang
Demikian antara lain yang diceritakan oleh para sesepuh Banyuwangi
tempo dulu.
Mengenai asalnya kesenian gandrung Joh Scholte dalam
makalahnya antara lain menulis sebagai berikut: Asalnya lelaki jejaka
itu keliling ke desa-desa bersama pemain musik yang memainkan kendang
dan terbang dan sebagai penghargaan mereka diberi hadiah berupa beras
yang mereka membawanya di dalam sebuah kantong. (Gandroeng Van
Banyuwangi 1926, Bab “Gandrung Lelaki”).
Baca Juga:
Tari Gandrung Banyuwangi Lengkap Beserta Gambarnya
Menurut cerita secara turun temurun, bahwa gandrung
semula dilakukan oleh kaum lelaki yang membawa peralatan musik perkusi
berupa kendang dan beberapa rebana (terbang).
Mereka setiap hari berkeliling mendatangi tempat-tempat
yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat Balambangan sebelah timur (dewasa ini
meliputi Kab. Banyuwangi) yang jumlahnya konon tinggal sekitar lima ribu
jiwa, akibat peperangan yaitu penyerbuan Kompeni yang dibantu oleh
Mataram dan Madura pada tahun 1767 untuk merebut Balambangan dari
kekuasaan Mangwi, hingga berakirnya perang Bayu yang sadis, keji dan
brutal dimenangkan oleh Kompeni pada tanggal 11 Oktober 1772.
Berkat munculnya gandrung yang dimanfaatkan sebagai alat
perjuang dan yang setiap saat acap kali mengadakan pagelaran dengan
mendatangi tempat-tempat yang dihuni oleh sisa-sisa rakyat yang hidup
bercerai-berai di pedesaan, di pedalaman dan bahkan sampai yang masih
menetap di hutan-hutan dengan keadaannya yang memprihatinkan, kemudian
mereka mau kembali kekampung halamannya semula untuk memulai membentuk
kehidupan baru atau sebagaian dari mereka ikut membabat hutan Tirta Arum
yang kemudian tinggal di ibukota yang baru di bangun atas prakarsa Mas
Alit.
Setelah selesai ibu kota yang baru dibangun dikenal dengan nama
Banyuwangi sesuai dengan konotasi dari nama hutan yang dibabad
(Tirta-arum). Dari keterangan tersebut terlihat jelas bahwa tujuan
kelahiran kesenian ini ialah menyelamatkan sisa-sisa rakyat yang telah
dibantai habis-habisan oleh Kompeni dan membangun kembali bumi
Belambangan sebelah timur yang telah hancur porak-poranda akibat serbuan
Kompeni (yaitu yang dewasa ini meliputi Daerah Kabupaten Banyuwangi).
Gandrung wanita pertama yang dikenal dalam sejarah adalah
gandrung Semi, seorang anak kecil yang waktu itu masih berusia sepuluh
tahun pada tahun 1895. Menurut cerita yang dipercaya, waktu itu Semi
menderita penyakit yang cukup parah. Segala cara sudah dilakukan hingga
ke dukun, namun Semi tak juga kunjung sembuh. Sehingga ibu Semi (Mak
Midhah) bernazar seperti “Kadhung sira waras, sun dhadekaken Seblang,
kadhung sing yo sing” (Bila kamu sembuh, saya jadikan kamu Seblang,
kalau tidak ya tidak jadi). Ternyata, akhirnya Semi sembuh dan dijadikan
seblang sekaligus memulai babak baru dengan ditarikannya gandrung oleh
wanita.
Menurut catatan sejarah, gandrung pertama kalinya
ditarikan oleh para lelaki yang didandani seperti perempuan dan, menurut
laporan Scholte (1927), instrumen utama yang mengiringi tarian gandrung
lanang ini adalah kendang. Pada saat itu, biola telah digunakan. Namun,
gandrung laki-laki ini lambat laun lenyap dari Banyuwangi sekitar tahun
1890an, yang diduga karena ajaran Islam melarang segala bentuk
transvestisme atau berdandan seperti perempuan. Namun, tari gandrung
laki-laki baru benar-benar lenyap pada tahun 1914, setelah kematian
penari terakhirnya, yakni Marsan.
Menurut sejumlah sumber, kelahiran Gandrung ditujukan untuk
menghibur para pembabat hutan, mengiringi upacara minta selamat,
berkaitan dengan pembabatan hutan yang angker.
Tradisi gandrung yang dilakukan Semi ini kemudian diikuti oleh
adik-adik perempuannya dengan menggunakan nama depan Gandrung sebagai
nama panggungnya. Kesenian ini kemudian terus berkembang di seantero
Banyuwangi dan menjadi ikon khas setempat. Pada mulanya gandrung hanya
boleh ditarikan oleh para keturunan penari gandrung sebelumnya, namun
sejak tahun 1970-an mulai banyak gadis-gadis muda yang bukan keturunan
gandrung yang mempelajari tarian ini dan menjadikannya sebagai sumber
mata pencaharian di samping mempertahankan eksistensinya yang makin
terdesak sejak akhir abad ke-20.
3) TATA BUSANA
Dalam pementasan tari gandrung memiliki ciri khas dalam berbusana
dan property yang didominasi warna mera dan kuning mas dan warna hitam
yang kontras.
a. Bagian Tubuh
Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang
terbuat dari beludru berwarna hitam, dihias dengan ornamen kuning emas,
serta manik-manik yang mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit
leher hingga dada, sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan
terbuka. Di bagian leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup
tengah dada dan sebagai penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias
masing-masing dengan satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias
dengan ikat pinggang dan sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni
sebagai pemanisnya. Selendang selalu dikenakan di bahu.
b. Bagian Kepala
Kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang
disebut omprok yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi
ornamen berwarna emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena,
putra Bima] yang berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta
menutupi seluruh rambut penari gandrung. Pada masa lampau ornamen
Antasena ini tidak melekat pada mahkota melainkan setengah terlepas
seperti sayap burung. Sejak setelah tahun 1960-an, ornamen ekor Antasena
ini kemudian dilekatkan pada omprok hingga menjadi yang sekarang ini.
Selanjutnya pada mahkota tersebut diberi ornamen berwarna perak
yang berfungsi membuat wajah sang penari seolah bulat telur, serta ada
tambahan ornamen bunga yang disebut cundhuk mentul di atasnya. Sering
kali, bagian omprok ini dipasang hio yang pada gilirannya memberi kesan
magis.
c. Bagian Bawah
Penari gandrung menggunakan kain batik dengan
corak bermacam-macam. Namun corak batik yang paling banyak dipakai serta
menjadi ciri khusus adalah batik dengan corak gajah oling, corak
tumbuh-tumbuhan dengan belalai gajah pada dasar kain putih yang menjadi
ciri khas Banyuwangi. Sebelum tahun 1930-an, penari gandrung tidak
memakai kaus kaki, namun semenjak dekade tersebut penari gandrung selalu
memakai kaus kaki putih dalam setiap pertunjukannya.
d. Lain-lain
Pada masa lampau, penari gandrung biasanya
membawa dua buah kipas untuk pertunjukannya. Namun kini penari gandrung
hanya membawa satu buah kipas dan hanya untuk bagian-bagian tertentu
dalam pertunjukannya, khususnya dalam bagian seblang subuh.
4) TATA RIAS
Diantara kesenian khas Jawa Timur ada satu
lagi tari tradisional yang penuh nuansa mistis. Ternyata tidak cuma Reog
Ponorogo yang dalam pagelarannya harus menggerahkan kekuatan gaib.
Termasuk tarian Gandrung asal Banyuwangi. Konon para penarinya terikat
oleh aturan magis.
Dibalik gemerlap pagelaran tari Gandrung yang
dibawakan wanita-wanita bertubuh sintal dan langsing, ada prosesi magis
yang harus dilakukan oleh setiap penari sebelum memulai pertunjukan.
Ritual khusus bernuansa magis itu sebagai persiapan penari agar dapat
tampil menarik dan simpatik. Sebab, penari gandrung bukan sekedar ingin
dapat memuaskan penonton, di samping itu juga berharap dapat uang tip
dari orang-orang yang simpati padanya.
Ada beberapa persyaratan khusus bagi seorang
penari gandrung sebelum naik ke pentas. Pertama, adalah dalam soal
merias, sang penari harus melakukannya sendiri tanpa bantuan petugas
rias. Karena itu sebagai syarat utama seorang penari Gandrung yang sudah
profesional, dia harus bisa menata diri sendiri, terutama memoles wajah
agar dapat tampil sedemikian menarik
Alat make-up yang digunakan tidak sembarangan,
sebelum digunakan harus diberi mantera agar dapat membuat penari lebih
percaya diri saat berada di atas panggung, dan penonton yang melihatnya
akan terpesona setelah melihat wajah si penari. Prosesi ini memang cukup
memakan waktu, di samping persiapan khusus yang harus dilakukan para
penari.
Kadang dari persiapan ini saja, rombongan
penari sebelum tampil harus merogoh kocek hingga ratusan ribu hanya
untuk bisa tampil memukau penonton. Sebab selain itu masih ada
persyaratan lainnya, yakni disediakannya sesaji yang terdiri dari
kelapa, pisang, beras, gula, ayam dan alat kinang lengkap. Semua
perlengkapan tersebut kemudian diletakkan di kamar penari rias dan
tempat yang tidak jauh dari penabuh gong.
“Jangan heran kalau orang nanggap pagelaran
Gandrung itu mahal, lha wong untuk persiapan tampil saja biayanya sudah
besar,” ujar Marsudi, salah seorang anggota kelompok Gandrung di
Banyuwangi. Tata cara persiapan lainnya, penari saat akan mengenakan
kuluk (mahkota) maka terlebih dahulu membaca sebuah mantera sesuai
dengan keinginannya. Itu dengan pantangan kuluk yang sudah dipakai tidak
boleh dilepaskan hingga pementasan berakhir.
Mitos cara mengenakan kuluk tersebut sangat
disakralkan lantaran berkaitan langsung dengan kejadian yang akan
menimpa penari. Karena itu kuluk harus dirawat dengan benar dan
diletakkan di tempat yang aman. Sebab, jika ada kejadian seperti kuluk
terjatuh atau terlepas sebelum pagelaran berakhir akan berakibat pada
penari yang mengalami musibah
Paling tidak selama menjadi penari dalam
satu pagelaran penari gandrung harus siap selama 24 jam penuh. Pasalnya,
rangkaian dari ritual mulai dari prosesi persiapan hingga akhir
pagelaran mereka tidak boleh melepas pakaian khasnya sebelum dibacakan
mantera dari “guru” atau orang yang dianggapnya lebih pintar. Karena itu
untuk menjaga agar selama pagelaran penari tidak terganggu oleh urusan
lain, semisalkan ingin buang hajat atau dirasuki rasa kantuk, mereka
biasanya sudah memiliki amalan masing-masing yang diberikan oleh
gurunya. Amalan tersebut akan dibaca sebelum penari naik ke pentas dan
sesudah pertunjukan.
5. PROPERTI
Properti yang digunakan antara lain :
a.) Geter
b.) Omprog
c.) Ikat bahu, gelang
d.) Ilat – ilat
e.) Kepet
f.) Pending
g.) Otok/kemben
h.) Renggoan werna-werna
i.) Sembongan
j.) Lakaran
k.) Sampur
l.) Lakaran batik gajah uling
m.) Kaos kaki
n ) Kipas
n ) Kipas
6. PENYAJIAN
Tarian Gandrung Banyuwangi dibawakan sebagai
perwujudan rasa syukur masyarakat setiap habis panen. Kesenian ini masih
satu genre dengan seperti Ketuk Tilu di Jawa Barat, Tayub
di Jawa Tengah dan Jawa Timur bagian barat, Lengger di wilayah Banyumas
dan Joged Bumbung di BaIi, dengan melibatkan seorang wanita penari
profesional yang menari bersama-sama tamu (terutama pria) dengan iringan
musik (gamelan). Gandrung merupakan seni pertunjukan yang disajikan
dengan iringan musik khas perpaduan budaya Jawa dan Bali. Tarian
dilakukan dalam bentuk berpasangan antara perempuan (penari gandrung)
dan laki-laki (pemaju) yang dikenal dengan "paju".
Bentuk kesenian yang didominasi tarian dengan
orkestrasi khas ini populer di wilayah Banyuwangi yang terletak di ujung
timur Pulau Jawa, dan telah menjadi ciri khas dari wilayah tersebut,
hingga tak salah jika Banyuwangi selalu diidentikkan dengan gandrung.
Kenyataannya, Banyuwangi sering dijuluki Kota Gandrung dan patung penari
gandrung dapat dijumpai di berbagai sudut wilayah Banyuwangi.
7. KEUNIKAN TARI GANDRUNG
1) GERAK
a. Titik tumpu, pada umumnya tarian Banyuwangi, bertitik tumpu pada berat badan terletak pada tapak kaki bagian depan (jinjid).
b. Tubuh bagian dada di dorong kedepan seperti pada tari Bali
c. Gerak tubuh ke depan yang di sebut dengan ngangkruk
d. Gerak persendian; terbagi dalam gerak leher, misalnya:\
i. Deleg duwur, yaitu gerakan kepala dan leher yang digerakkan hanya leher bagian atas saja, gerak kepala ke kiri dan ke kanan.
ii. Deleg nduwur atau dinggel, yaitu sama dengan atas hanya saja disertai dengan tolehan.
iii. Deleg manthuk, yakni gerakan kepala mengangguk.
iv. Deleg layangan, yaitu gerakan deleg duwur yang di sertai dengan ayunan tubuh.
v. Deleg gulu, yaitu gerakan kepala ke kiri dan ke kanan.
Di samping itu masih ada lagi gerak persendian bahu. Gerakan ini dalam tari gandrung terdiri dari:
1. Jingket, gerakan bahu yang di gerakan ke atas kebawah atau ke samping.
2. Egol pantat yang lombo dan kerep, yakni gerakan pantat ke kanan ke kiri mengikuti iringan musik gendang.
Sikap dan gerak jari, gerakan ini ada 3 (tiga) macam diantarannya:
1. Jejeb yaitu posisi tiga jari merapat dan telunjuk merapat pada ibu jari.
2. Cengkah yaitu keempat jari merapat dan ibu jari tegak kearah telapak tangan.
3. Ngeber yaitu telapak tangan terbuka, tangan lurus sejak pangkal lengan sampai ujung jari.
Permainan sampur, merupakan komunikasi antara pria dan wanita. Dalam hal ini ada beberapa macam antara lain :
1. Nantang, yaitu sampur di lempar ke arah penari pada gong pertama dan seterusnya.
2. Ngiplas atau nolak kanan dan kiri satu persatu.
3. Ngumbul, yaitu membuang ujung sampur ke atas kedalam atau keluar.
4. Ngebyar, yaitu kedua ujung sampur di kibaskan arah ke dalam atau ke luar.
5. Ngiwir, yaitu ujung sampur di jipit dan di getarkan.
6. Nimpah, yaitu ujung sampur disampirkan ke lengan kanan atau kiri pada gerakan sagah atau ngalang.
Baca Juga:
Tari Bondan Tarian Tradisional dari Jawa Tengah ( Asal Usul, Sejarah, dan Pembahasan Lengkapnya)
Sikap dan gerakan kaki, gerakan ini antara lain :
1. Laku nyiji
2. Laku ngloro
3. Langkah genjot
4. Langkah triol atau kerep.
8) IRINGAN
Musik pengiring untuk gandrung Banyuwangi
terdiri dari satu buah kempul atau gong, satu buah kluncing (triangle),
satu atau duabuah biola, dua buah kendhang, dan sepasang kethuk. Di
samping itu, pertunjukan tidak lengkap jika tidak diiringi panjakatau
kadang-kadang disebut pengudang (pemberi semangat) yang bertugas memberi
semangat dan memberi efek kocak dalam setiap pertunjukan gandrung.
Peran panjak dapat diambil oleh pemain kluncing. Selain itu
kadang-kadang diselingi dengan saron Bali, angklung, atau rebana sebagai
bentuk kreasi dan diiringi electone.
Saron atau yang biasanya disebut juga ricik
,adalah salah satu instrumen gamelan yang termasuk keluarga
balungan.Dalam satu set gamelan biasanya mempunyai 4 saron, dan semuanya
memiliki versi pelog dan slendro. Saron menghasilkan nada satu oktaf
lebih tinggi daripada demung, dengan ukuran fisik yang lebih kecil.
Tabuh saron biasanya terbuat dari kayu, dengan bentuk seperti palu.
Cara menabuhnya ada yang biasa sesuai nada,
nada yang imbal, atau menabuh bergantian antara saron 1 dan saron 2.
Cepat lambatnya dan keras lemahnya penabuhan tergantung pada komando
dari kendang dan jenis gendhingnya. Pada gendhing Gangsaran yang
menggambarkan kondisi peperangan misalnya, ricik ditabuh dengan keras
dan cepat. Pada gendhing Gati yang bernuansa militer, ricik ditabuh
lambat namun keras. Ketika mengiringi lagu ditabuh pelan.
Dalam memainkan saron, tangan kanan memukul
wilahan / le-mbaran logam dengan tabuh, lalu tangan kiri memencet
wilahan yang dipukul sebelumnya untuk menghilangkan dengungan yang
tersisa da-ri pemukulan nada sebelumnya. Teknik ini disebut memathet
(kata da-sar: pathet = pencet)
Angklung adalah alat musik multitonal
(bernada ganda) yang secara tradisional berkembang dalam masyarakat
berbahasa Sunda di Pulau Jawa bagian barat. Alat musik ini dibuat dari
bambu, dibunyikan dengan cara digoyangkan (bunyi disebabkan oleh
benturan badan pipa bambu) sehingga menghasilkan bunyi yang bergetar
dalam susunan nada 2, 3, sampai 4 nada dalam setiap ukuran, baik besar
maupun kecil
Gong merupakan sebuah alat musik pukul yang
terkenal di Asia Tenggara dan Asia Timur. Gong ini digunakan untuk alat
musik tradisional. Saat ini tidak banyak lagi perajin gong seperti ini.
Gong yang telah ditempa belum dapat ditentukan
nadanya. Nada gong baru terbentuk setelah dibilas dan dibersihkan.
Apabila nadanya masih belum sesuai, gong dikerok sehingga lapisan
perunggunya menjadi lebih tipis. Di Korea Selatan disebut juga
Kkwaenggwari. Tetapi kkwaenggwari yang terbuat dari logam berwarna
kuningan ini dimainkan dengan cara ditopang oleh kelima jari dan
dimainkan dengan cara dipukul sebuah stik pendek. Cara memegang
kkwaenggwari menggunakan lima jari ini ternyata memiliki kegunaan
khusus, karena satu jari (telunjuk) bisa digunakan untuk meredam getaran
gong dan mengurangi volume suara denting yang dihasilkan.
Rebana adalah gendang berbentuk bundar dan
pipih. Bingkai berbentuk lingkaran dari kayu yang dibubut, dengan salah
satu sisi untuk ditepuk berlapis kulit kambing. Kesenian di Malaysia,
Brunei, Indonesia dan Singapura yang sering memakai rebana adalah musik
irama padang pasir, misalnya, gambus, kasidah dan hadroh.
Bagi masyarakat Melayu di negeri Pahang,
permainan rebana sangat populer, terutamanya di kalangan penduduk di
sekitar Sungai Pahang. Tepukan rebana mengiringi lagu-lagu tradisional
seperti indong-indong, burung kenek-kenek, dan pelanduk-pelanduk. Di
Malaysia, selain rebana berukuran biasa, terdapat juga rebana besar yang
diberi nama Rebana Ubi, dimainkannya pada hari-hari raya untuk
mempertandingkan bunyi dan irama.
Kendang, kendhang, atau gendang adalah
instrumen dalam gamelan Jawa Tengah yang salah satu fungsi utamanya
mengatur irama. Instrument ini dibunyikan dengan tangan, tanpa alat
bantu.Jenis kendang yang kecil disebut ketipung, yang menengah disebut
kendang ciblon/kebar. Pasangan ketipung ada satu lagi bernama kendang
gedhe biasa disebut kendang kalih. Kendang kalih dimainkan pada lagu
atau gendhing yang berkarakter halus seperti ketawang, gendhing kethuk
kalih, dan ladrang irama dadi. Bisa juga dimainkan cepat pada pembukaan
lagu jenis lancaran ,ladrang irama tanggung. Untuk wayangan ada satu
lagi kendhang yang khas yaitu kendhang kosek.
Kendang kebanyakan dimainkan oleh para pemain
gamelan profesional, yang sudah lama menyelami budaya Jawa. Kendang
kebanyakan di mainkan sesuai naluri pengendang, sehingga bila dimainkan
oleh satu orang dengan orang lain maka akan berbeda nuansanya.
Dengan peralatan musik atau gamelan seperti
yang terbuat di atas, maka dihasilkan beberapa gending gandrung.
Perbendaharaan gending-gending gandrung merupakan gending-gending klasik
yang sulit diketemukan penciptanya. Gending-gending itu dapat dipilih
menjadi 7 bagian yang jumlahnya cukup banyak.Yakni,
• Gending-gending klasik prasemi,
• gending-gending klasik dijaman semi,
• gending-gending seblang,
• gending-gending sanyang,
• gending-gending bali,
• gending-gending jawa
• gending-gending harah
(yang terdiri dari Gending Padha Nonton,Gending Sekar Jenang
Ayun-Ayun, Maenang, Ladrang, Celeng Mogok,Ugo-Ugo, Lia-Liu, Lebak-Lebak,
Lindoondo Krenoan, Gagak Serta, Limar-Limir, Gandraiya, Emek-Emek,
Duduk Maling, Kembang Jambe, Kelam Okan, Jaran Dawuk, Sawunggaling,
Gerang Kalong, Guritan, Erang-Arang, Blabakan, Embat-Embat, Keyok-Keyok,
Kosir-Kosir, Tarik Jangkar, Krimping Sawi, Condrodewi, Opak Apem).
Sebagian gending yang terdapat berasal dari
Sangyang dan Bali, seperti Gebyar-gebyur, Gulung-gulung Agung, sekar
potel, Sandel sate, Surung dayung, dan Pecari putih. Sedang yang
berpengaruh jawa cukup banyak, antara lain Sampak, Puspawarna, Pacung,
kinanti, Angleng, Sinom, Ladrang Manis, Wida Sari, Sukmailing, Titipati,
Damarkeli, ing-ing, Semarang dan masih banyak lagi.
9. Tari gandrung masa kini
Kesenian gandrung banyuwangi biasanya dilaksanakan diatas pentas
ketika pesta perkawinan atau khitanan, dan berlangsung sepanjang malam.
Panari gandrung biasanya menari bersama-sama, diikuti para pemaju.
Penampilannya selalu didahului atau dibuka oleh tari pembuka yang biasa
disebut tari jejer. Pada tari pembuka ini penari menari dan menyanyi
tanpa pemaju, sebagai tanda ucapan selamat datang kepada para penonton,
dan secara tradisional diiringi gending Podho Nonton. Acara inti dimulai
beberapa menit setelah acara tari pembuka atau jejer diakhiri.
Penari gandrung menari dan menyanyi di atas
pentas melayani para pemaju yang telah agak lama menanti. Pemaju yang
berasal dari kata maju ‘maju, bergerak’, biasanya tampil atau beringsut
ke arah muka dari kalangan penonton yang ingin ber¬sama-sama menari
dengan penari gandrung di atas pentas, atau kadang-kadang karena mereka
mendapat lemparan selendang atau sampur dari gandrung itu sendiri,
kemudian bangkit dan naik ke pentas untuk menari memenuhi ajakan
gandrung. Apabila ada pemaju yang berhasrat menari bersama gandrung, ia
mendekati pentas, menyerahkan atau memberikan sejumlah uang kepada salah
seorang pemukul gamelan pemegang keluncing, dan menyebutkan gending
yang dimintanya.
Penari gandrung melayani hasrat itu dan mulai
menari bersama di atas pentas. Begitulah proses terjadinya pemaju
Banyuwangi yang berlangsung bergembira menari bersama gandrung sepanjang
malam. Namun dalam perkembangannya dewasa ini, mengingat nilai seni dan
sifat harga diri penari gandrung itu sendiri, proses pemaju seperti itu
sudah tidak terlihat lagi.
Pemaju gandrung dewasa ini berhimpun dengan baik dalam wadah
Persatuan Pemaju Gandrung. Umumnya setiap himpunan lebih memperhatikan
nilai tari se¬hingga dengan sengaja mereka mempelajari atau membakukan
jenis tari tertentu agar penampilannya di atas pentas memperlihatkan
keindahan dan keserasian.
Biasanya setiap jenis gending atau tarian ditarikan
oleh empat orang pemaju sekaligus agar dapat dijelmakan kaidah tari
pemaju gandrung dalam etika dan estetika tari, sebab adalah tidak
terpuji dan melanggar kesopan¬an jika teijadi singgungan di atas pentas
antara penari gandrung dan pemajunya. Pelanggaran semacam itu akan
mendapat um¬patan langsung dari penonton, dan mungkin dapat terjadi
per¬kelahian antara penabuh gamelan dan pemaju.
Setelah acara menari dan menyanyi sepanjang
malam, kira- kira menjelang fajar, acara ditutup dengan sebuah tari
penutup yang biasa dikenal dengan nama tari seblangan. Pada tari penutup
ini, gandrung menari sambil melagukan gending khas Ba¬nyuwangi seorang
diri. Dia membawakan gending-gending yang bersifat romantis, erotik,
religius, atau menyedihkan dan me¬ngandung nasihat, seakan-akan
mengingatkan penonton akan keagungan Tuhan setelah bergembira ria
sepanjang malam. Se-akan-akan mengingatkan kita agar kembali kepada
keluarga, tugas, dan kewajiban sehari-hari. Sering penonton
menghayati¬nya begitu dalam sehingga tanpa disadari air mata mengalir
membasahi pipi.
10. Pelestarian Tari Gandrung
Sebagai upaya pelestarian tari gandrung Bupati Banyuwangi Aswar Anas mengadakan pagelaran tari gandrung atau yang lebih dikenal Pacu Sewu Gandrung yang di gelar di lokasi wisata Pantai Boom selat Bali.
Pagelaran Pacu Sewu Gandrungg dibawakan oleh 1.000 penari dari
berbagai kalangan pelajar SD, SMP, SMA, SMK, Universitas dan sanggar
seni di Banyuwangi. Acara ini terselenggara sebagai wujud kecintaan
masyarakat akan budaya tari gandrung banyuwangi. Pacu Sewu gandrung
telah menjadi even tetap pemerintah banyuwangi yang di agendakan setiap pertengahan bulan November.
11. Pencipta tari gandrung
Pencipta tari gandrung sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
11. Pencipta tari gandrung
Pencipta tari gandrung sampai saat ini belum diketahui secara pasti,
12. Belajar Tari Gandrung
Untuk memudahkan belajar tari gandrung berikut video clip tari gandrung dalam pementasan dan tari gandrung di salah satu sanggar seni Banyuwangi selatan Kecamatan Purwoharjo
Tutorial tari gandrung untuk belajar.
Bagi pemerhati seni tari gandrung yang ingin belajar tari gadrung bisa download video belajar tari gandrung yang di sini.
Bagi pemerhati seni tari gandrung yang ingin belajar tari gadrung bisa download video belajar tari gandrung yang di sini.